Dua perwira pertama TNI Angkatan Darat yang terlibat dalam kasus penganiayaan hingga mengakibatkan kematian seorang prajurit, dituntut sembilan tahun penjara. Dalam proses hukum yang berlangsung di Pengadilan Militer III-15, tuntutan ini disampaikan oleh oditur militer yang menuntut pemecatan kedua perwira tersebut dari dinas mereka.
Dua perwira tersebut adalah Letda Inf Made Juni Arta Dana dan Letda Inf Achmad Thariq Al Qindi Singajuru. Tuntutan sembilan tahun penjara ini lebih tinggi dibandingkan dengan 15 prajurit TNI lainnya yang dituntut enam tahun penjara.
Kasus ini melibatkan penganiayaan terhadap Prada Lucky Chepril Saputra Namo yang berujung pada kematiannya. Prada Lucky meninggal pada 6 Agustus setelah empat hari menjalani perawatan di rumah sakit setempat.
Proses Hukum yang Menyita Perhatian Publik dan Militer
Proses hukum terhadap 17 prajurit TNI Angkatan Darat dari Batalyon Infanteri Teritorial Pembangunan 834/Waka Nga Mere menjadi sorotan banyak pihak. Mereka dituduh terlibat dalam penganiayaan yang terjadi di lingkungan asrama. Penganiayaan ini diduga dilakukan secara bersama-sama dan berujung pada kematian Prada Lucky.
Pada sidang di Pengadilan Militer, oditur militer menyampaikan tuntutan dan meminta agar para terdakwa dinyatakan bersalah. Hal ini menjadi penting mengingat dampak dari tindakan mereka tidak hanya dirasakan oleh korban, tetapi juga berdampak luas di tubuh TNI.
Oditur militer, Mayor Chk Wasinton Marpaung, mengingatkan tentang perlunya penegakan hukum yang tegas dalam kasus ini. Penuntutan terhadap para terdakwa menjadi langkah untuk memberikan keadilan bagi keluarga korban dan mempertahankan integritas institusi militer.
Rincian Kasus dan Penuntutan yang Dilakukan
Dalam sidang yang berlangsung, oditur menyebutkan bahwa 15 terdakwa dituntut enam tahun penjara. Hanya dua perwira yang mendapat tuntutan lebih berat, yaitu sembilan tahun penjara. Ini menggambarkan bahwa tindakan mereka dianggap lebih serius dibandingkan dengan yang lainnya.
Palu hakim dijatuhkan pada malam yang tegang, di mana para anggota keluarga almarhum juga hadir. Mereka menunggu dengan harap-harap cemas, ingin melihat keadilan ditegakkan atas kematian anak mereka yang tragis.
Dalam berkas tuntutan, disebutkan sejumlah pasal yang dilanggar oleh para terdakwa. Penuntutan ini mencakup beberapa undang-undang yang mengatur tindakan kekerasan dalam dinas militer, mengindikasikan bahwa penganiayaan bukanlah hal yang bisa diterima di lingkungan militer.
Reaksi Keluarga Korban terhadap Proses Hukum
Keluarga Prada Lucky Chepril Saputra Namo merasa sangat terpukul dengan kejadian ini. Kehilangan anak yang terjadi begitu mendadak membuat mereka merasa diabaikan oleh sistem yang seharusnya melindungi. Mereka berharap proses hukum ini akan membawa keadilan bagi semangat anak mereka yang telah tiada.
Ibu korban, Sepriana Paulina Mirpey, dan ayahnya, Pelda Kristian Namo, terus mengikuti setiap perkembangan sidang dengan penuh harapan. Mereka ingin melihat pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatan mereka yang telah menghilangkan nyawa anak mereka.
Dalam suasana haru, keluarga juga mengingat kenangan indah bersama Prada Lucky. Meskipun dukungan dari para anggota TNI lainnya ada, dukungan moral bagi keluarga menjadi hal yang sangat dibutuhkan saat ini.
