Baru-baru ini, bencana hidrometeorologi berupa banjir dan longsor telah melanda tiga provinsi di Sumatra, yaitu Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Sekretariat Aceh menyatakan bahwa kejadian tersebut memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai bencana nasional, mengingat dampak yang ditimbulkan sangat signifikan bagi masyarakat.
Penanggulangan pascabencana kini masih terus berlangsung di berbagai daerah yang terdampak. Tim relawan dan pemerintah bekerja sama membuka akses ke lokasi-lokasi terisolasi serta melakukan pencarian korban yang mungkin masih terjebak. Status tanggap darurat bencana masih berlaku, sementara bantuan terus mengalir dari berbagai pihak untuk mendukung pemulihan.
“Ada banyak indikator dalam undang-undang yang menunjukkan bahwa bencana ini layak mendapatkan status bencana nasional,” kata Sepriady Utama, Kepala Sekretariat Komnas HAM Aceh. Penetapan ini sangat penting untuk mempercepat penanganan dan mendapatkan dukungan yang lebih besar dari pemerintah pusat.
Indikator Penetapan Status Bencana Nasional
Menurut Sepriady, jumlah korban hilang dan kerugian material merupakan faktor utama dalam menetapkan bencana sebagai bencana nasional. Dalam konteks undang-undang, terdapat berbagai kriteria yang harus dipenuhi, seperti kerusakan infrastruktur, cakupan wilayah terdampak, dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.
Penetapan status bencana nasional juga berkaitan dengan kemampuan daerah dalam menangani bencana. Jika suatu daerah sudah kewalahan dan fungsi publik terganggu, maka intervensi dari pemerintah pusat menjadi sangat diperlukan.
Kantor PBB Urusan Kemanusiaan juga menggarisbawahi pentingnya pengelolaan sumber daya alam dan mitigasi risiko bencana yang sejalan dengan hak asasi manusia. Hal ini menekankan bahwa penanganan bencana tidak hanya soal fisik, tetapi juga soal pemenuhan hak-hak dasar masyarakat.
Dampak Sosial Ekonomi yang Signifikan
Dampak bencana yang terjadi sangat luas, mulai dari ribuan warga yang kehilangan tempat tinggal hingga fasilitas umum yang rusak. Kurangnya akses terhadap air bersih, layanan kesehatan, serta pendidikan menjadi tantangan besar bagi para penyintas bencana.
Infrastruktur yang rusak, seperti jembatan dan jaringan listrik, juga memperburuk kondisi masyarakat yang sudah berada dalam situasi sulit. Banyak dari mereka sekarang hidup di pengungsian dengan keterbatasan yang signifikan, membuat pemenuhan kebutuhan dasar menjadi sangat mendesak.
Komnas HAM telah melakukan pengamatan di berbagai titik pengungsian, terutama yang menghuni kelompok rentan. Observasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa hak-hak dasar mereka tetap diperhatikan dalam proses pemulihan pascabencana.
Peran Organisasi Kemanusiaan Internasional
Sesuai dengan prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh PBB, setiap pengungsi internal berhak atas standar penghidupan yang layak tanpa diskriminasi. Hal ini mencakup hak atas pangan, air bersih, tempat tinggal, dan layanan kesehatan yang memadai.
Pemerintah memiliki kewajiban untuk menyediakan bantuan untuk pengungsi, namun organisasi kemanusiaan internasional juga memiliki peran penting dalam menawarkan bantuan. Tawaran tersebut tidak boleh dianggap sebagai campur tangan, tetapi sebagai dukungan yang sepatutnya diterima.
Pemerintah perlu menjamin adanya akses yang luas untuk bantuan kemanusiaan dan memastikan bahwa proses rehabilitasi pascabencana berjalan dengan cepat dan efektif. Sebuah badan khusus atau satuan tugas dapat dibentuk untuk mengawasi dan mempercepat proses tersebut.
Ada kebutuhan mendesak untuk memulihkan infrastruktur, fasilitas kesehatan, pendidikan, dan rumah ibadah, serta mengembalikan stabilitas sosial ekonomi di daerah yang terdampak. Semua upaya ini harus dilakukan secara terkoordinasi agar hasilnya lebih optimal.
