Di tengah kekhawatiran akan keselamatan jurnalis, Koalisi Advokasi Keadilan dan Keselamatan Jurnalis Papua melaksanakan aksi damai untuk memperingati insiden pelemparan bom molotov ke kantor Redaksi Jubi. Aksi ini diadakan pada tanggal 16 Oktober 2024 di depan kantor media tersebut di Jayapura, dan bertujuan untuk mendesak aparat penegak hukum agar segera menyelesaikan penyelidikan kasus kekerasan terhadap media di Papua.
Pimpinan Redaksi Jubi, Jean Bisay, menekankan pentingnya tindakan tegas dari pihak berwenang. Ia menyatakan bahwa meski telah setahun berlalu, perkembangan terbaru dari proses hukum yang mereka harapkan justru terkesan stagnan tanpa kemajuan yang jelas.
Jean juga menjelaskan bahwa koalisi advokasi telah mengirimkan surat pemberitahuan kepada Polresta Jayapura Kota mengenai aksi ini. Awalnya aksi direncanakan di depan Kantor DPR Papua, tetapi dialihkan ke halaman kantor Jubi setelah menerima balasan dari polisi.
Menyikapi Kasus Pelemparan Bom Molotov di Papua
Dalam surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) yang diterima oleh redaksi pada bulan August 2025, disebutkan ada rencana gelar perkara antara Polda Papua dan Kodam XVII/Cenderawasih. Namun, hingga kini, kejelasan mengenai langkah lanjutan dari kasus tersebut masih belum tampak.
Jean mengungkapkan kekecewaannya dengan kurangnya informasi resmi dari pihak berwenang mengenai hasil penyidikan. Ia menyatakan, “Kami tidak tahu bagaimana perkembangan di Polda maupun Kodam,” yang menunjukkan ketidakpastian dalam penanganan kasus tersebut.
Sejak insiden tersebut, upaya advokasi terus dilakukan hingga tingkat nasional, termasuk ke Dewan Pers dan rencana audiensi ke Komisi III DPR RI. Namun, hasil dari lembaga tersebut tidak pernah memuaskan, sehingga upaya tersebut tampak sia-sia.
Pentingnya Keberlanjutan Advokasi untuk Kebebasan Pers
Jubi, bersamaan dengan Koalisi Advokasi, berkomitmen untuk terus memperjuangkan keadilan bagi para jurnalis yang menjadi korban. Sekretaris Koalisi, Simon Baab, menyampaikan bahwa lambatnya penanganan kasus ini menunjukkan lemahnya komitmen aparat dalam melindungi kebebasan pers di Papua.
Ia juga menyoroti bahwa sudah banyak instansi yang didatangi mulai dari DPR hingga ke pusat, namun tidak ada tanggapan nyata yang dihasilkan. Keberanian untuk memperjuangkan keadilan ini diharapkan dapat membuka jalan bagi penegakan hukum yang lebih baik di masa depan.
Koalisi menuntut agar dua nama terduga pelaku yang telah disebut dalam rapat DPR Papua diungkapkan secara terbuka. Mereka berharap agar Polda Papua segera mengumumkan hasil penyelidikan yang sudah berlangsung lama ini.
Respons Masyarakat terhadap Kekerasan terhadap Media
Simon menekankan bahwa serangan terhadap kantor media merupakan bentuk intimidasi yang tidak bisa dibenarkan, dan tindakan tersebut melanggar Undang-Undang Pers. “Kami tidak ingin ada kantor redaksi mana pun di Papua yang diintimidasi dengan cara yang sama, karena hal itu sangat merugikan,” ujarnya.
Peristiwa pelemparan bom molotov kepada kantor Jubi terjadi pada pagi hari yang gelap pada 16 Oktober 2024. Serangan ini tidak hanya menghancurkan dua mobil operasional mereka, tetapi juga menambah daftar panjang kekerasan terhadap media yang belum terpecahkan di Papua.
Secara keseluruhan, insiden ini merupakan serangan serius terhadap kebebasan berpendapat dan kebebasan pers. Pembicaraan mengenai isu tersebut perlu dilanjutkan, agar publik dan aparat penegak hukum berkomitmen untuk menghindari kekerasan lebih lanjut di masa mendatang.