Sumatera Utara kembali dihebohkan oleh kasus dugaan pencurian yang melibatkan anggota kepolisian. Brigadir IR, yang bertugas di Polres Tanjungbalai, kini masuk dalam daftar pencarian orang setelah resmi ditetapkan sebagai tersangka. Kasus ini menyita perhatian publik dan menunjukkan potensi penyalahgunaan jabatan di institusi kepolisian.
Menurut informasi yang diperoleh, Brigadir IR terlibat dalam pencurian uang dari kartu ATM milik salah satu tersangka narkoba. Meskipun kasus ini telah terungkap, Brigadir IR belum ditahan dan masih dalam pelacakan pihak kepolisian.
Dari awal penetapannya sebagai tersangka, Brigadir IR tidak pernah menjalani penahanan. Ini menimbulkan tanda tanya besar mengenai sistem penegakan hukum di Indonesia, terutama terkait pengawasan terhadap anggota kepolisian.
Proses Hukum dan Penetapan Tersangka yang Kontroversial
Kasus ini bermula pada tanggal 8 Mei 2025, ketika pihak kepolisian menangkap dua tersangka narkoba berinisial AA dan RM. Penangkapan ini berlanjut dengan pemeriksaan terhadap kedua tersangka di hadapan Brigadir IR. Dalam prosesnya, terlihat ada kejanggalan dalam tindakan yang diambil oleh Brigadir IR.
Setelah menjalani pemeriksaan, keduanya dimasukkan ke dalam sel. Namun, pada tanggal 10 Mei 2025, Brigadir IR meminta pin ATM dari salah satu tersangka, AA, seolah-olah untuk membantu kasusnya. Hal ini menunjukkan adanya penyalahgunaan wewenang yang patut dicurigai.
Penerimaan pin ATM tersebut menjadi awal dari tindakan pencurian yang lebih serius. AA terpaksa menyerahkan pin ATM kepada Brigadir IR, yang seharusnya bertindak sebagai penegak hukum, bukan sebagai pelaku kejahatan.
Penarikan Uang dan Dampak yang Ditimbulkan
Brigadir IR kemudian menarik uang dari rekening AA secara tidak sah. Total uang yang dicuri mencapai Rp 6.400.000, yang ditarik dalam tiga kali transaksi berbeda. Transaksi tersebut dilakukan dengan cara yang terencana, menunjukkan bahwa Brigadir IR tidak hanya berniat untuk membantu, tetapi sebenarnya merencanakan tindakan kriminal.
Setelah menyadari bahwa uangnya telah diambil, AA melaporkan kejadian tersebut ke Polres Tanjungbalai. Laporan ini kemudian memicu penyelidikan yang lebih lanjut oleh pihak kepolisian setempat.
Pihak kepolisian melakukan penyidikan berdasarkan laporan dari AA dan menemukan bukti yang cukup untuk menetapkan Brigadir IR sebagai tersangka. Ini menandakan bahwa tindakan tersebut tidak hanya merusak kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian, tetapi juga menimbulkan dampak negatif bagi kredibilitas aparat hukum.
Reaksi Publik dan Urgensi Reformasi di Institusi Kepolisian
Publik pun bereaksi keras terhadap kasus ini. Banyak yang meminta agar sistem pengawasan terhadap anggota kepolisian diperketat, mengingat potensi penyimpangan yang bisa terjadi. Kasus ini mengungkapkan fakta bahwa ada anggota polisi yang bisa saja mengabaikan tugasnya demi keuntungan pribadi.
Belum ditahannya Brigadir IR menambah kekhawatiran masyarakat akan sistem hukum yang berlaku di negara ini. Apakah mungkin ada perlakuan istimewa bagi anggota kepolisian, ataukah ini merupakan kesalahan administratif yang perlu segera diperbaiki?
Penting bagi institusi kepolisian untuk melakukan evaluasi dan reformasi agar kejadian serupa tidak terulang. Keberanian masyarakat untuk melaporkan kejahatan, termasuk yang melibatkan aparat, harus didukung dan dilindungi.
