Polda Metro Jaya mengungkap kronologi tewasnya Alex Iskandar, ayah tiri bocah Alvaro Kiano Nugroho (6) yang ditemukan tewas setelah hilang selama delapan bulan. Penangkapan pelaku dilakukan oleh penyidik Polres Metro Jakarta Selatan pada Jumat (21/11) di wilayah Tangerang, setelah proses penyelidikan yang panjang dan rumit.
Pengungkapan kasus ini menyoroti banyak aspek terkait, mulai dari motif pelaku hingga proses penyidikan yang intens. Kasus ini juga menggugah perhatian publik mengenai kekerasan dalam rumah tangga dan isu-isu sosial yang menyertainya.
Polisi melakukan pemeriksaan mendalam terhadap pelaku, termasuk mencari jasad di lokasi yang diduga menjadi tempat pembuangan. Proses pemeriksaan berlangsung maraton hingga Minggu (23/11) dan berlangsung hingga pagi hari, menunjukkan keseriusan pihak kepolisian dalam menyelesaikan kasus ini.
Proses Penangkapan dan Penyelidikan yang Intensif
Setelah penangkapan, pihak kepolisian melakukan pemeriksaan intensif terhadap pelaku untuk menggali informasi lebih jauh soal kejadian yang sebenarnya. Kombes Budi Hermanto, Kabid Humas Polda Metro Jaya, menyebutkan bahwa selama pemeriksaan, pelaku sempat meminta izin untuk ke toilet dengan alasan tidak nyaman.
Permintaan tersebut menjadi titik penting dalam proses pengakuan pelaku, di mana ia diberikan celana pendek oleh penyidik. Setelah merasa kotor, pelaku meminta untuk diganti dengan celana panjang, yang menandakan ketidaknyamanan emosional dan mungkin fisik yang dialaminya.
Proses pemeriksaan berlangsung dramatis, dengan rekannya menemukan pelaku dalam kondisi mengenaskan di dalam sel tahanan. Melalui celah kaca, petugas melihat pelaku menghilangkan nyawanya sendiri dengan menggantung diri, sehingga mengakibatkan kepanikan di antara petugas.
Mengungkap Motif di Balik Kejahatan Brutal Ini
Polisi kemudian mengungkap motif pelaku yang tergolong sangat mengerikan. Alex Iskandar diduga melakukan penculikan dan pembunuhan terhadap anak tirinya, Alvaro, sebagai bentuk balas dendam terhadap istrinya karena merasa diselingkuhi.
Kombes Budi menjelaskan bahwa penyidik menemukan bukti digital yang menunjukkan adanya dorongan kuat bagi pelaku untuk melakukan tindakan kejam tersebut. Hal ini menciptakan kesan bahwa pelaku tidak hanya marah, melainkan juga merasakan sakit hati yang mendalam terhadap pihak tertentu.
Penculikan terjadi pada 6 Maret 2025, saat korban sedang berada di sebuah masjid di wilayah Pesanggrahan. Ketika itu, korban menangis tidak berhenti sehingga pelaku terpaksa membekapnya hingga korban meninggal dunia.
Proses Pembuangan Jenazah yang Mengejutkan
Setelah melakukan tindakan yang tragis tersebut, pelaku menyimpan jasad korban di garasi mobil rumahnya selama tiga hari. Langkah ini menunjukkan betapa penderitanya pelaku secara psikologis, di mana ia bertindak di luar akal sehat.
Kemudian, pelaku membungkus jasad Alvaro dalam plastik hitam dan membawanya menuju kawasan Tenjo, Bogor untuk dibuang. Tindakan ini dilakukan pada 9 Maret 2025, tiga hari setelah korban dinyatakan hilang, mencerminkan tindakan panik dan ketidakmampuan pelaku untuk menghadapi konsekuensi dari kejahatannya.
Pembuangan jasad di Jembatan Cilalay menjadi titik akhir dari sebuah kisah pilu yang melibatkan kekerasan, pengabaian, dan tragedi dalam sebuah keluarga. Masyarakat pun bereaksi terhadap kejadian ini, mendorong diskusi lebih lanjut mengenai isu kekerasan dalam rumah tangga dan perlunya perlindungan terhadap anak-anak.
