Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara baru saja menangkap mantan Kepala Cabang Pratama Komersil Belawan PT Biro Klasifikasi Indonesia, RS, dalam sebuah kasus dugaan korupsi. Penahanan tersebut terjadi pada Senin, 13 Oktober, dan mengungkapkan bahwa RS terlibat dalam pengadaan dua unit kapal tunda untuk PT Pelabuhan Indonesia I (Persero).
Menurut informasi resmi, RS juga berperan sebagai konsultan pengawas pada proyek tersebut. Kasus ini mencuat ketika penyidik menemukan indikasi kuat adanya penyimpangan dalam proses pengadaan, yang berpotensi merugikan negara hingga miliaran rupiah.
Langkah penahanan yang diambil oleh pihak kejaksaan bertujuan untuk mencegah tersangka menghilangkan barang bukti. Selain itu, penahanan ini juga dilakukan untuk mencegah tersangka mengulangi tindakannya atau bahkan melarikan diri.
Proses Penahanan dan Bukti yang Ditemukan oleh Penyidik
Menurut penjelasan Plh Kasi Penkum Kejati Sumut, Muhammad Husairi, tim penyidik melakukan penahanan setelah menemukan bukti yang cukup kuat. Tersangka RS kini ditahan di Rutan Tanjung Gusta Medan selama 20 hari pertama, sesuai Surat Perintah Penahanan yang dikeluarkan pada 13 Oktober.
Tim penyidik sebelumnya melakukan pemeriksaan intensif serta menggali keterangan dari berbagai pihak terkait. Bukti yang ditemukan menunjukkan adanya banyak penyimpangan dalam pengadaan kapal yang, jika dibiarkan, akan semakin menambah kerugian negara.
Salah satu alasan penahanan adalah untuk memastikan bahwa RS tidak dapat mempengaruhi saksi lain yang dapat merugikan proses hukum yang sedang berlangsung. Ini adalah langkah penting agar keadilan dapat ditegakkan tanpa intervensi.
Kasus Korupsi dan Kerugian Negara yang Dihasilkan
Kasus ini berawal dari kontrak senilai Rp135,81 miliar antara PT Pelindo I dan PT Dok dan Perkapalan Surabaya. Namun, penyidikan menemukan bahwa pembangunan kapal tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dalam kontrak.
Meski progres fisik pekerjaan jauh dari ketentuan, pembayaran tetap dilakukan. Hal ini menciptakan potensi kerugian keuangan sebesar Rp92,35 miliar kepada negara serta kerugian perekonomian yang berlanjut hingga Rp23,03 miliar setiap tahunnya.
Ini adalah contoh jelas bagaimana kesalahan dalam pengelolaan proyek publik dapat merugikan anggaran dan berdampak pada ekonomi secara keseluruhan. Setiap rincian dari kasus ini menjadi sangat penting untuk mencegah kasus serupa di masa yang akan datang.
Penyelidikan Berlanjut dan Status Tersangka Lain
Selain RS, penyidik juga telah menetapkan dua tersangka lainnya, yaitu mantan Direktur Teknik PT Pelindo I, HAP, serta mantan Direktur Utama PT Dok dan Perkapalan Surabaya, BS. Kedua orang ini diindikasikan memiliki peran penting dalam proses pengadaan yang bermasalah.
Penyelidikan yang dilakukan menunjukkan bahwa kesalahan bukan hanya terjadi di tingkat bawah, melainkan juga melibatkan pihak-pihak berpengaruh dalam korporasi. Ini menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana kontrol dan pengawasan internal dapat dipertanggungjawabkan.
Kejaksaan Tinggi Sumut berkomitmen untuk menjalankan proses hukum secara transparan dan maksimal. Mereka berharap kasus ini bisa membuka mata publik dan penegak hukum akan pentingnya integritas dalam proyek-proyek pemerintah.