Di Surabaya, peristiwa memilukan menimpa seorang nenek berusia 80 tahun, Elina Widjajanti. Pada tanggal 6 Agustus 2025, rumahnya yang sudah dihuni sejak lama di Dukuh Kuwukan mendadak diserang oleh sekelompok orang yang mengaku dari organisasi masyarakat.
Elina mengungkapkan bagaimana dia diusir secara paksa dari tempat tinggalnya. Klaim tersebut datang dari seorang bernama Samuel Ardi Kristianto yang menyatakan bahwa hak atas rumah itu telah berpindah kepadanya, meski Elina merasakan ketidakadilan dalam situasi tersebut.
Adanya sejumlah orang yang turut serta dalam pengusiran membuat situasi semakin mencekam. Terlepas dari usahanya untuk bertahan, Elina terpaksa menghadapi perlakuan kasar yang semakin memperburuk keadaan, memberikan gambaran nyata dari sebuah konflik yang lebih besar antara hak milik dan intimidasi.
Detail Pengusiran yang Menggugah Empati Masyarakat
Peristiwa memalukan ini bermula ketika Samuel, bersama seorang yang berinisial Y dan beberapa orang lainnya, memasuki rumah Elina. Samuel mengklaim bahwa dia telah membeli rumah itu dari Elisa Irawati, kakak Elina, pada tahun 2014.
Elina yang tidak menerima pernyataan tersebut melawan, namun sayangnya, hal itu justru berdampak buruk baginya. Tubuhnya diangkat dan dikeroyok oleh beberapa orang, menyebabkan dia terluka dan memar yang cukup serius.
Pengacara Elina, Wellem Wintarja, meragukan klaim Samuel karena Elisa, yang diduga merupakan penjual rumah, telah meninggal pada tahun 2017. Menurutnya, jika Samuel memang memiliki bukti jual beli, seharusnya ia bisa menunjukkan dokumen tersebut, namun ia selalu menghindar saat diminta.
Pihak Berwenang dan Langkah Hukum yang Diterapkan
Dalam menghadapi situasi tersebut, pengacara Elina membawa kasus ini ke ranah hukum formal. Mereka melaporkan tindakan pengusiran dan kekerasan yang diterima Elina ke pihak kepolisian. Laporan tersebut dibuat dengan nomor yang resmi, menandakan bahwa langkah hukum sudah diambil.
Laporan tersebut mencakup dugaan pengeroyokan dan perusakan. Hal ini menunjukkan bahwa tidak hanya konflik personal yang terjadi, tetapi juga pelanggaran hukum yang seharusnya diluruskan melalui mekanisme yang tepat.
Pihak kepolisian pun mengambil tindakan tegas dengan menangkap Samuel. Masyarakat pun mulai memberikan perhatian lebih kepada situasi yang dihadapi Elina, menjadikan kasus ini sebagai momen untuk menyuarakan perlunya keadilan bagi mereka yang lemah.
Kondisi Psikologis Nenek Elina Usai Pengusiran
Setelah peristiwa pengusiran yang brutal, tentu saja kondisi psikologis Elina terganggu. Merasa kehilangan tempat tinggal yang ia huni selama bertahun-tahun, serta mengalami kekerasan fisik, Elina kini menghadapi trauma yang mendalam.
Ia mencurahkan perasaannya bahwa kehilangan rumah bukan hanya fisik, tetapi juga emosional. Kenangan dan berbagai momen berharga yang ada di dalam rumah itu seolah sirna bersama pengusiran tersebut.
Elina tentu berharap, meski usianya sudah lanjut, keadilan masih dapat ditegakkan untuknya. Perhatian dari masyarakat menjadi harapan baru bahwa kisahnya tidak akan dilupakan dan perjuangan untuk hak miliknya akan terus didukung.
Respons Masyarakat Terhadap Peristiwa Ini dan Tindakan Selanjutnya
Setelah berita mengenai pengusiran ini beredar, masyarakat mengungkapkan keprihatinan mereka terhadap kondisi Elina. Banyak yang mendesak agar penegakan hukum dilakukan dengan cepat, sehingga pelaku dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Respon dari berbagai elemen masyarakat menunjukkan bahwa situasi ini bukan hanya masalah pribadi Elina, tetapi juga menyentuh isu hak asasi manusia, terutama terkait perlindungan bagi warga yang rentan.
Langkah-langkah solidaritas mulai muncul dari berbagai sisi, termasuk penggalangan dana untuk membantu Elina dan memfasilitasi pernyataan dari pihak-pihak yang peduli. Hal ini menggambarkan betapa pentingnya kepedulian sosial dalam memerangi tindakan yang merugikan individu di dalam masyarakat.
