Dalam satu tahun pemerintahan Prabowo Subianto, banyak hal yang menjadi sorotan, terutama terkait konsolidasi kekuasaan dan implementasi program-program populis. Tanggal 20 Oktober 2025 menjadi momen penting untuk mengevaluasi sejauh mana Prabowo berhasil menjalankan visi dan misinya sebagai pemimpin negara.
Analis politik Arif Susanto menilai bahwa Prabowo berusaha untuk membangun identitasnya sendiri, serta keluar dari bayang-bayang mantan presiden, Joko Widodo. Upaya ini tak hanya melibatkan strategi politik, tetapi juga pengelolaan kabinet dan program-program sosial yang menyentuh masyarakat.
“Sulit untuk membicarakan Prabowo tanpa merujuk pada Jokowi,” ujar Arif dalam diskusi di Jakarta. Hal ini menunjukkan besarnya pengaruh masa lalu yang masih membayangi langkah-langkah Prabowo di tahun-tahun awal pemerintahannya.
Strategi Konsolidasi Kekuasaan Prabowo Subianto
Prabowo tampak berkomitmen untuk mengubah arah pemerintahannya dengan beberapa langkah strategis. Salah satu cara utama yang diambil adalah melakukan reshuffle dan merombak kabinet untuk meningkatkan kinerja pemerintahan. Dalam proses ini, beberapa menteri yang dianggap berkaitan erat dengan Jokowi diganti untuk memastikan adanya keselarasan visi.
Namun, Arif menyoroti bahwa perombakan ini sering kali tidak membawa perubahan signifikan terhadap kinerja pemerintah. Sepanjang sejarah, reshuffle kabinet jarang terbukti efektif dalam meningkatkan efisiensi administrasi pemerintahan.
Politik menjadi semakin kompleks ketika Prabowo melibatkan elemen militer dan kepolisian dalam pengambilan keputusan. Langkah ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat sipil mengenai potensi pelanggaran hak asasi manusia.
Peran aktif TNI dalam berbagai kebijakan, seperti ketahanan pangan, dianggap sebagai bentuk politisasi yang berisiko. Dalam konteks ini, keterlibatan aparat keamanan dalam menangani protes berujung pada penegakan yang keras, yang semakin mempersempit ruang kebebasan sipil.
Tindakan ini menyebabkan segera terbentuknya garis pemisah antara pemerintah dan rakyat, di mana masyarakat sipil dianggap sebagai lawan utama yang perlu diawasi. Arif menegaskan bahwa ini adalah sesuatu yang dipertahankan oleh Prabowo dari era Jokowi, menciptakan suasana ketidakpastian di kalangan warga.
Analisis Program Populis yang Diterapkan
Ketika berbicara tentang program populis, Prabowo mencoba untuk mengikuti jejak Jokowi dengan meluncurkan beberapa inisiatif baru. Beberapa program tersebut termasuk Makan Bergizi Gratis (MBG), Koperasi Merah Putih, dan Sekolah Rakyat, yang semuanya bertujuan untuk memberikan manfaat langsung kepada masyarakat.
Meski niat tersebut baik, Arif menunjukkan bahwa program-program ini sering kali tidak dirancang dengan matang. Akibatnya, meskipun dana besar telah dialokasikan, efektivitasnya menjadi pertanyaan besar bagi publik.
Dalam pandangannya, tidak ada jaminan bahwa dana yang digelontorkan akan menghasilkan dampak positif yang sebanding. Sejauh ini, program-program ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan, dan bahkan berpotensi menguras anggaran negara yang sudah terbatas.
Dia bertanya, “Sudah seberapa efektif program ini mengingat besarnya dana yang dikeluarkan?” Dengan anggaran triliunan yang dialokasikan, masyarakat berhak menuntut transparansi serta akuntabilitas dari pemerintah.
Kesimpulannya, Arif menyatakan bahwa dalam satu tahun terakhir, pemerintahan Prabowo belum terbukti berjalan efisien dan efektif. Hasil evaluasinya menemukan bahwa jika Prabowo memberikan nilai pada kinerjanya, angka tersebut mungkin tidak lebih dari D atau bahkan lebih rendah.
Menyongsong Tahun Kedua Pemerintahan Prabowo Subianto
Menjelang tahun kedua, tantangan untuk Prabowo semakin kompleks. Menghadapi kritik dari berbagai kalangan, ia perlu mempertajam strateginya untuk memenuhi ekspektasi masyarakat. Ketidakpuasan publik terhadap program-program yang ada memerlukan perbaikan yang lebih radikal.
Sebuah pertanyaan krusial muncul: Apakah Prabowo sanggup melampaui stigma politik yang ada dan meraih kepercayaan rakyat? Dengan berbagai program dan kebijakan yang telah diintroduksi, pengamatan masyarakat akan menjadi semakin tajam.
Penyesuaian kebijakan dan pendekatan yang lebih inklusif mungkin diperlukan agar ia bisa mendapatkan dukungan yang lebih luas. Sadar akan pentingnya hari-hari yang akan datang, Prabowo diharapkan dapat mereformasi cara pandangnya terhadap masyarakat dan meningkatkan komunikasi dua arah.
Saat melihat ke depan, langkah-langkah konkret yang diambil dalam waktu dekat akan menjadi indikator seberapa jauh Prabowo mampu membangun pemerintahan yang solid. Masyarakat pun berharap agar kepemimpinan yang dijalankan tidak hanya menjadi sekadar slogan.
Dengan segala dinamika yang ada, pemerintahan Prabowo harus siap menghadapi kritik dan tantangan. Memastikan keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan menjadi krusial untuk membangun kepercayaan publik dan legitimasi pemerintah.