Di tengah upaya meningkatkan gizi anak-anak, kontroversi muncul di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Al Izzah, Kota Serang, Banten. Wali murid di sekolah ini menentang program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang dianggap tidak tepat sasaran.
Ketidakpuasan para wali murid semakin meningkat karena mereka merasa bahwa anak-anak mereka tidak seharusnya menerima bantuan tersebut. Sebanyak 30 orang wali murid mengeluarkan suara protes, menegaskan bahwa masih banyak anak-anak lain yang lebih memerlukan perhatian dan dukungan.
Salah satu perwakilan, Baim Aji, tegas menyatakan bahwa keluarga mereka sudah mampu membiayai pendidikan anak-anak dan merasa tidak memerlukan program MBG. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang keefektifan program tersebut di kalangan masyarakat yang beragam.
Kontroversi Program Makanan Bergizi Gratis di Sekolah Dasar
Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di sekolah-sekolah bertujuan untuk meningkatkan gizi anak-anak Indonesia. Namun, di SDIT Al Izzah, program ini justru menghadirkan penolakan dari orang tua siswa. Mereka mencemaskan seberapa jauh program ini berpengaruh terhadap anak-anak mereka yang berasal dari keluarga mampu.
Baim Aji mencatat bahwa selain masalah gizi, ada banyak faktor yang mempertimbangkan keputusan wali murid. Sang wali murid merasa bahwa dengan iuran Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) yang tinggi, sekolah seharusnya tidak perlu lagi menambah program bantuan gizi.
Para wali murid menilai bahwa keberadaan dapur untuk distribusi makanan bergizi di dalam lingkungan sekolah menimbulkan banyak risiko. Mereka khawatir akan mengganggu aktivitas belajar mengajar dan keselamatan anak-anak.
Risiko dan Kekhawatiran Orang Tua Dalam Program MBG
Dalam audiensi yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Serang, wali murid menyampaikan kekhawatiran mengenai risiko kecelakaan akibat lalu lintas kendaraan di sekitar sekolah. Penempatan dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di dekat area belajar dianggap mengganggu kenyamanan dan keamanan anak-anak.
Baim Aji mengatakan, “Kalau sampai terjadi sesuatu, siapa yang akan bertanggung jawab?” Kekhawatiran tersebut muncul dari satu hal yang sangat fundamental: keselamatan anak-anak. Alasan ini merefleksikan bagaimana orang tua mengutamakan perlindungan bagi buah hati mereka.
Selain masalah keamanan, potensi sampah dan kondisi lingkungan di sekitar dapur juga menjadi perhatian. Mereka mencemaskan penanganan sampah yang akan muncul akibat distribusi makanan di dalam lingkungan yayasan.
Tanggapan Pemerintah Kota Serang Terhadap Penolakan Ini
Menanggapi penolakan wali murid, Wali Kota Serang, Budi Rustandi, mengaku memahami situasi yang dihadapi. Ia menyebutkan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk mendengarkan aduan dari masyarakat untuk menciptakan kolaborasi yang lebih baik. Dengan menghadirkan berbagai pihak dalam audiensi, ia berharap dapat menghilangkan kesalahpahaman yang mungkin terjadi.
Budi juga mencatat bahwa sebagian besar siswa di sekolah tersebut berasal dari keluarga mampu. Oleh karena itu, dia menyatakan bahwa program MBG tidak seharusnya menjadi beban tambahan bagi para wali murid.
Selain itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Kota Serang, Ahmad Nuri, memberikan perhatian khusus pada kualitas makanan yang disediakan dalam program MBG. Ia berjanji untuk memastikan bahwa makanan yang disajikan mematuhi standar kelayakan dan higienitas yang ditetapkan.