Jenazah Raja Keraton Surakarta, Pakubuwono XIII, saat ini berada di Kedhaton Girimulyo, tempat pemakaman yang menjadi pilihan sementara sebelum pemakaman final. Lokasi ini juga merupakan tempat peristirahatan bagi raja-raja Keraton Surakarta sebelumnya, seperti Pakubuwono X, XI, dan XII, sehingga memiliki nilai historis yang sangat penting bagi budaya dan tradisi masyarakat setempat.
Dalam tradisi Jawa, proses pemakaman raja dan anggota keluarga keraton dilakukan dengan sangat hati-hati dan penuh penghormatan. Jenazah Pakubuwono XIII dipersiapkan untuk dimakamkan secara resmi, menandakan akhir dari sebuah era pemerintahan yang penuh makna dalam sejarah Keraton Surakarta.
Slamet Santosa, Camat Imogiri, menjelaskan bahwa pemakaman di Kedhaton Girimulyo adalah tahapan awal. Rencananya, jenazah Pakubuwono XIII akan dipindahkan ke Kedhaton baru yang sedang disiapkan, khusus untuknya setelah selesainya proses pembangunan.
Proses Persiapan Pemakaman yang Penuh Tradisi
Menurut Slamet, para abdi dalem kini tengah mempersiapkan semua keperluan untuk prosesi pemakaman. Mereka telah menggali liang lahat dan menyiapkan berbagai perlengkapan seperti keranda dan bambu untuk mengangkat jenazah saat ke kompleks pemakaman.
Ketentuan dalam tradisi Jawa menunjukkan bahwa banyak orang terlibat dalam proses ini, dengan memerlukan sekitar 25 orang hanya untuk mengangkat jenazah. Ini adalah simbol penting dari dukungan serta penghormatan yang diberikan kepada raja meninggal.
Pemakaman ini tidak hanya menjadi prosesi seremonial, tetapi juga momen berkumpulnya keluarga besar dan masyarakat untuk memberi penghormatan terakhir. Semua itu menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi yang telah berlangsung turun-temurun dalam kultur keraton.
Perjalanan Menuju Pemakaman Akhir
Jenazah Pakubuwono XIII dijadwalkan tiba di Imogiri pada hari Rabu siang. Sebelumnya, ada beberapa tahapan yang harus dilalui, termasuk acara serah terima dan beristirahat sejenak di Bangsal Palereman sebelum menuju tempat pemakaman yang sebenarnya.
Bangsal Palereman berfungsi sebagai tempat transit bagi jenazah raja-raja sebelum dimakamkan, di mana mereka mendapatkan penghormatan dari abdi dalem dan kerabatnya. Istilah lokal yang digunakan untuk proses ini adalah “dilerenke”, yang berarti diistirahatkan sejenak sebelum perjalanan terakhir.
Proses ini menunjukkan betapa pentingnya pengakuan terhadap pemimpin yang telah wafat, serta bagaimana masyarakat tetap menghormati tradisi yang telah ada selama berabad-abad. Setiap langkah merupakan simbol rasa hormat dan penghargaan terhadap peran mereka dalam membangun dan memimpin rakyat.
Tanggapan dan Belasungkawa dari Keraton Yogyakarta
Setelah berita wafatnya Pakubuwono XIII menyebar, banyak pihak, termasuk Sri Sultan Hamengku Buwono X, menyampaikan rasa duka cita yang mendalam. Sultan Yogyakarta mengungkapkan belasungkawa kepada keluarga raja yang berduka, serta masyarakat Keraton Surakarta.
Sebagai bentuk penghormatan yang lebih mendalam, Keraton Yogyakarta memutuskan untuk tidak membunyikan gamelan selama proses pemakaman berlangsung. Ini adalah tradisi yang telah dilakukan secara konsisten untuk menunjukkan solidaritas antar keraton.
Sultan menekankan pentingnya menghormati tradisi yang mengikat antara Keraton Yogyakarta dan Surakarta sebagai bagian dari sejarah dan kultur Jawa. Penghormatan ini menjadi wujud dari persatuan dan rasa kemanusiaan yang ditanamkan dalam masyarakat Jawa selama bertahun-tahun.
